Semua titik terlihat tak bermakna
Yang mendesakku kembali ke sana
Awal yang menjadi luruhan daun kering
Akhir yang menyejukkan umpama salju,
yang bergelantungan di pucuk cemara
tak mengapa bila terkena surya
abadi, tidak mati
Onak duri yang terhampar di tanah bernama hidup
Tajam kerikil menggores tiap pejuang : aku dan kamu
Ingin kembali dan tak undur
Karna negeri bahagia tlah menanti
Dia juga, yang sangat merindu
Lengkungan indah pada sisi pelangi
Alunan musik sederhana dari bibir-bibir polos
Wajah-wajah malaikat yang merana bahagia
Atmosfir penyaman melingkupi keseluruhan tanahku
Apalagi yang kubutuh?
Bila pun sabit tak bisa menjadi purnama
Di penjara berbungkus keindahan
Aku mau menunggu
Karena janji kepastian tak pernah mengecewakan
Kalaupun aku menduluimu pada gerbang depan
Langkah tak berlanjut
Menunggumu....’tuk saling mengaitkan jari,
menapak bersama ke dalam impian kita,
sebabnya bergegaslah
Aku menunggu, di sini.
13 September 2009,
[Sakit yang bercahaya]
3 comments:
sudahkah tiba yang ditunggu itu?
ai : Not yet, beib.
sakit yang bercahaya, manis. :)
Post a Comment