Saturday, February 26, 2011

M.E.N.U.N.G.G.U.

Dua tahun yang lalu puisi ini tercipta. Seperti biasa, inspirasi datang begitu saja.

Semua titik terlihat tak bermakna

Yang mendesakku kembali ke sana

Awal yang menjadi luruhan daun kering

Akhir yang menyejukkan umpama salju,

yang bergelantungan di pucuk cemara

tak mengapa bila terkena surya

abadi, tidak mati


Onak duri yang terhampar di tanah bernama hidup

Tajam kerikil menggores tiap pejuang : aku dan kamu

Ingin kembali dan tak undur

Karna negeri bahagia tlah menanti

Dia juga, yang sangat merindu


Lengkungan indah pada sisi pelangi

Alunan musik sederhana dari bibir-bibir polos

Wajah-wajah malaikat yang merana bahagia

Atmosfir penyaman melingkupi keseluruhan tanahku

Apalagi yang kubutuh?

Bila pun sabit tak bisa menjadi purnama

Di penjara berbungkus keindahan

Aku mau menunggu

Karena janji kepastian tak pernah mengecewakan

Kalaupun aku menduluimu pada gerbang depan

Langkah tak berlanjut

Menunggumu....’tuk saling mengaitkan jari,

menapak bersama ke dalam impian kita,

sebabnya bergegaslah

Aku menunggu, di sini.


13 September 2009,

[Sakit yang bercahaya]



3 comments:

Ummul Khairi said...

sudahkah tiba yang ditunggu itu?

Humaira Meirina said...

ai : Not yet, beib.

Anonymous said...

sakit yang bercahaya, manis. :)

Post a Comment

 
Copyright 2009 Sepenggal Episode Kehidupan. Powered by Blogger
Blogger Templates created by Deluxe Templates
Wordpress by Wpthemescreator