Saturday, November 20, 2010

Kerudung itu...

Hmm... sudah lama aku tidak bercerita pada kalian ya. Padahal begitu banyak ide cerita yang berseliweran di kepalaku. Topik-topik yang menarik untuk aku bagi (setidaknya menurutku itu menarik, haha..). Baiklah. Hari ini aku akan bercerita lagi tentang apa yang sedang aku pikirkan.

Dulu, saat aku masih memakai baju putih dan rok merah selutut, keinginanku untuk memakai kerudung telah muncul. Aku sangat suka melihat para wanita berkerudung yang sering aku temui sepanjang jalan pulang ke rumah. Paras yang indah dipadankan dengan balutan busana muslimah, sangat menyejukkan. Itu yang aku rasakan. Saat itu, aku mengatakan pada ibuku bahwa aku ingin berkerudung. Waktu itu, aku tidak tau mengapa wanita berkerudung. Aku hanya S.U.K.A. Ibuku bilang aku belum wajib memakainya dan menyuruhku menunggu hingga aku menamatkan sekolah dasar. Aku menurut saja dan bersabar.

Aku menamatkan sekolah dasar dengan nilai yang sangat memuaskan. Tentunya orang tuaku sangat bangga. Aku pun mendaftar di sekolah menengah pertama dengan tantangan harus lulus dalam seleksi yang ketat karena sekolah yang aku pilih adalah sekolah favorit di kota Lhokseumawe. Alhamdulillah, aku lulus. Saat itu, aku kembali teringat dengan keinginanku untuk mengenakan kerudung. Dan senyumku mengembang ketika menerima seragam sekolah yang salah satunya kerudung berwarna putih dengan model yang telah ditentukan.

Besok adalah hari dimulainya aktivitasku yang baru sebagai siswa dari sekolah menengah pertama. Malamnya, aku mematut diri di cermin sambil mengenakan seragam baru. Rasanya sangat menyenangkan. Kau tahu, bukan? Perasaanku ini sama dengan perasaan yang kau alami saat suatu keinginan terpendammu berhasil kau penuhi. Apapun itu. Saat menulis ini, aku juga teringat saat aku pertama kali mencoba mengenakan kerudung segi empat berwarna coklat tua sebagai pelengkap seragam pada hari Jumat dan Sabtu. Hal itu adalah kenangan yang—kalau aku pikirkan sekarang—terasa konyol. Waktu itu aku ingin mengenakannya dengan rapi. Aku berusaha membentuk sebuah lipatan yang sejajar di sisi kiri dan kanan. Simetris. Saking ingin tampil rapi, aku menandai dengan pulpen secara samar di atas kain tersebut, tempat lipatan yang telah aku bentuk sehingga aku bisa membentuknya kembali tanpa perlu bersusah payah lagi. Hahaha...

Sekarang aku sangat bersyukur dengan kepekaanku pada kerudung pada usia yang masih sangat muda. Kepekaan yang sering disebut dengan fitrah. Setiap jiwa seorang muslim pasti memiliki fitrah, yaitu sebentuk kesadaran tentang hal yang memang seharusnya dilakukan dan dimiliki oleh seorang muslim. Fitrah yang selalu mengingatkan kita saat berbuat salah dengan memunculkan rasa bersalah dalam hati. Kefitrahan yang menimbulkan rasa damai saat mendengar lantunan merdu ayat suci Alquran dan semua hal yang mengajak kita kembali ke jalan Islam yang sungguh indah.

Perjuanganku untuk mengenakan kerudung sesuai yang disyari’atkan dalam Alquran bukan mudah. Aku harus menghadapi berbagai tantangan yang menggelincirkan langkahku untuk tetap istiqamah. Tantangan terberat adalah ibuku. Seiring bertambahnya pengetahuanku tentang Islam dan keterlibatanku secara aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler seperti ROHIS (Rohani Islam), aku menyadari bahwa kerudung yang aku pakai belumlah syar’i (sesuai syari’at). Aku juga masih melepaskan kerudung sepulang dari sekolah walaupun secara fisiologis aku belum baligh. Setelah baligh, aku semakin berat untuk melepaskan identitas muslimahku. Aku terus memperbaiki diri. Dan saat itu pula, ibuku semakin kritis dalam menilai penampilanku yang terlihat aneh di matanya.

Aneh, karena aku memakai kerudung yang lebar dan menutupi bagian dada. Aneh, karena aku memakai baju panjang yang menutupi seluruh tubuhku dengan sempurna. Aneh, karena bagi ibuku, penampilanku kelihatan seperti lansia dan beliau takut aku tidak laku (emang kue?). Ibuku ingin aku tampil modis non syar’i (bagiku ada istilah modis syar’i, di kesempatan lain akan aku ceritakan yaa.. ^__^ ) dengan mengikat kerudung ke leher. Alasannya adalah agar motif jahitan di baju yang terletak di bagian dekat leher atau dada dapat dilihat dengan jelas. Gaya kerudung yang aku kenakan dapat menutupi motif itu sehingga membeli baju tersebut menjadi sesuatu hal yang sia-sia.

Setiap kali aku akan keluar rumah untuk suatu kegiatan, ibuku selalu mengkritisi penampilanku keseluruhan sehingga tidak jarang kami bertengkar dan berakhir dengan air mata. Ya, aku selalu menangis. Karena yang menentangku dalam berkerudung secara benar adalah ibuku sendiri yang sangat aku sayangi. Ayah akan mendukung ibu karena kesetiaannya. Saat itu aku hanya bisa curhat kepada Allah. Aku selalu berdoa agar suatu hari nanti Allah membuka hati kedua orang tuaku sehingga bisa memahami Islam dengan benar dan memuluskan jalanku untuk berdakwah. Dan Allah Maha Besar. Beberapa tahun kemudian, Allah mengabulkan doaku. Tahun 2003, kedua orang tuaku berangkat ke Mekkah untuk menunaikan rukun Islam yang kelima selama 40 hari. Selama itu, aku menyadari bahwa aku sangat menyayangi keduanya dan terus mendoakan keselamatan untuk mereka. Kepulangan tiba. Saat memeluk ibuku, aku tau, mereka sudah berubah menjadi lebih baik. Aku bisa merasakannya.

Semenjak itu, sikap kedua orang tuaku perlahan berubah ke arah yang positif. Aku sangat bahagia. Lama kelamaan, Ibu tidak pernah lagi menentangku untuk berkerudung syar’i. Aku menyadarinya, sesungguhnya Ayah dan Ibu hanya belum tau tentang Islam secara benar. Sekarang, Ibu lah yang mengingatkanku untuk berkerudung bila ada tamu yang bukan mahram datang mengunjungi. Juga ibadah-ibadah lainnya. Ayah dan Ibu sekarang aktif mengikuti majelis ta’lim. Bahkan Ibuku mampu menerjemahkan hampir keseluruhan ayat Alquran.

Aku sadar, saat itu Allah menguji keistiqamahanku juga kedua orang tuaku. Allah Maha Pemurah. Allah memberiku lebih dari yang aku minta dan menjagaku dengan mengaruniakanku kedua orang tua yang shalih sehingga sentiasa mengingatkanku untuk selalu istiqamah pada jalan Islam. Alhamdulillah....

Setiap mengingat kisah ini, aku sangat bersyukur dan berharap semoga di luar sana setiap muslim dan muslimah merasakan keajaiban kasih sayang-Nya. Amin....
Read More......

Wednesday, October 13, 2010

Oh, Beautiful Eyes

Eyes.. The most effective communicator in Love... Reading each others eyes, and communicate without speaking even a word, it is the direct talking between the hearts. Isn't it beautiful, when you know that your soulmate read everything in your heart without you explicitly tell her... Immerse completely in Love and
feel the magic...

This song celebrates the language of the eyes. Gulzar saab pens it like the way only he can. Rahat Fateh Ali Khan voices it perfectly. The richness and a bit of oldiness in the music syncs well. Violin, flute and the jhanaks gives it a dreamy touch. Listen to it and start dreaming about your soulmate, with eyes closed...


Surili Akhiyonwale, Suna Hai Teri Akhiyon Se
Oh beautiful eyes, I hear your eyes

Behti Hai Neendein Aur Neendon Mein Sapne
I saw sleep, and dreams floating in it

Kabhi To Kinaron Pe, Utar Mere Sapnon Se
At times, from the dreams please come down to my side

Aaja Zameen Pe Aur Mil Jaa Kahin Pe
Come down and lets meet somewhere

Mil Jaa Kahin, Samay Se Pareh
Lets meet somewhere beyond time

Tu Bhi Akhiyon Se Kabhi Meri Akhiyon Ki Sunn
Let your eyes listen to my eyes


Jaane Tu Kahan Hai
Don't know where you are

Udti Hawa Pe Tere Pairon Ke Nishan Dekhe
I saw your footsteps in the breeze

Doondha Hai Zameen Pe,
I searched the entire world

Chana Hai Falak Pe
My face so eager

Saare Aasman Dekhe
Searched the entire sky

Mil Jaa Kahin, Samay Se Pareh
Lets meet somewhere beyond time

Tu Bhi Akhiyon Se Kabhi Meri Akhiyon Ki Sunn
Let your eyes listen to my eyes


Everytime I look into your eyes, I see my paradise
The stars are shining right up in the sky, painting words of desire
Can this be real, are you the one for me
You have captured my mind, my heart, my soul on earth
You are the one waiting for


Hoth Mein Chupke Dekh Rahe The, Chaand Ke Peeche, Peeche The
Was looking at your lips, hiding behind the moon

Saara Jahan Dekha, Dekha Na Aakhon Mein, Palkon Ke Neeche The
Searched the entire world, but not in the eyes and it was under the eye lashes

Aa Chal Kahin, Samay Se Pareh,
Lets go, somewhere beyond time

Tu Bhi Akhiyon Se Kabhi Meri Akhiyon Ki Sunn
Let your eyes listen to my eyes

Sumber : Lupa :D


Read More......

Thursday, October 7, 2010

Terimakasih, Sampai Jumpa

Terimakasih karena telah bertanya, “Apa kau belum menemukannya?”. Dan aku hanya bisa menjawab dengan gelengan sembari tersenyum. Apa lagi jawaban yang mampu aku rangkai?

Kau menawarkan ini dan itu untuk membantuku mewujudkan mimpiku. Yah, aku tak terlihat olehmu. Walaupun di dasar samudera tempatku menyimpan kotak-kotak rahasiaku, ada satu kotak milikmu yang aku tata dengan rapi, bertahun-tahun. Tentu saja kau tidak tau itu. Tak perlu.

Walaupun ada denyut kesakitan yang timbul dan tenggelam tiap kali kau bercerita dengan wajah yang sumringah dan mata yang bersinar ceria tentang dia. Dia yang telah ada sebelum aku jauh mengenalmu. Ah, rasanya tak pantas aku menyela di antara kalian. Seperti tak ada orang lain saja yang bisa menaklukkan “samudera”ku. Begitulah aku menghibur diri.

Kau tidak tahu atau pura-pura tidak tahu atau sama sekali tidak peduli karena pikiranmu dipenuhi oleh dia. Walaupun sekarang,
setiap kali aku duduk melihat kerlap-kerlip cahaya pada selimut hitam di atas sana yang dibentang setelah rona kuning dan jingga mengalah dan letih untuk menyapa, bulir bening setia menganak hingga aku tertidur di peraduanku.

Biasanya aku tidak begini. Sentimetil dan rapuh. Namun, entah mengapa, kian hari pertahananku kian lemah, setiap kali aku tahu kau akan pergi jauh dan aku tak bisa mengikutimu. Sekali saja, aku ingin bertanya, “Apakah pandanganmu yang lekat kau tujukan padaku saat pertama kali aku melihatmu di taman itu, tidak berarti apa-apa?”.

Juga, apakah kau tahu? Aku baru menyadari sedemikian kejamnya kau taklukkan “samudera”ku, sekarang, setelah dedaunan yang mati bereinkarnasi dalam bentuk yang sama. Kejam yang mengasyikkan. Aku akui itu.

Tidak, tidak, kau tak perlu cemas atau merasa kasihan. Aku tidak akan membiarkan diriku tenggelam dalam “samudera” ku sendiri. Aku tahu harus bagaimana. Kau, pergilah kemanapun kehendakmu. Dan biarkan aku bertapak di jalanku. Bila Tuhan melukiskan jalanku sama denganmu, walau berliku-liku, pasti akan bertemu. Aku yakin.

Aah, kau masih bertanya “bila tidak”. Aku akan berdoa untukmu dengan keseluruhan hatiku. Semoga bahagia selalu mengikutimu di dunia ini dan tentu saja di akhirat kelak. Percayakah kau?

Izinkan aku berkata kepadamu untuk yang terakhir dalam masaku yang mellow ini, aku mengabadikannya saat menit-menit tenggelamnya senja yang melingkupi Aisya, Anis, dan Daniel.


Beburung berzikir di sangkar Raudhah

Menyambut azan di tabir senja
Insan berkasih karena Allah
Bertemu, berpisah, karena cintaNya...


“Segala puji untukMu, Cintaku. Aku melihatnya, Sang Pelangi selepas gerimis”.
7 Oktober 2010


Read More......

Monday, September 20, 2010

Perjalanan Ke Dua Tanah Suci (2)

Namun tiba-tiba kami mendapatkan kabar dari Acik yang membuat perasaanku campur aduk. “Kita gak jadi berangkat tahun ini. Karena kuota untuk NAD dikurangi, nomor seat kita sekeluarga tidak masuk dalam daftar keberangkatan.”, jelas Acik pada suatu kesempatan. Rasa kecewa menelusup halus ke dalam hatiku. Mengapa tidak jadi?, batinku. Aku sangat berharap bisa berangkat tahun ini. Setetes air jatuh, lalu menganak.
.......................................................................................................

Merenung. Penghujung malam. Keheningan suasana yang hanya bisa didapatkan saat sebagian manusia terlelap dalam tidurnya, menyisakan desahan nafas yang naik-turun teratur. Sangat menggoda untuk meletakkan badan di atas tempat tidur yang empuk, bukan? Namun, justru di waktu seperti ini, inspirasi sering aku dapatkan. Ide brilian, kejernihan berpikir, dan jalan keluar dari suatu masalah. Karena bisa langsung bertanya, mengadu, kepada Sang Pemilik Kebijaksanaan. Sehingga aku siap menyambut pagi dengan senyuman terindah. “Mengisi ulang energi” istilahku.

Hmmm... pasti semua ini ada hikmahnya. Namun sepertinya Dia belum berkehendak menyingkap tirai yang menutupinya. “Hikmah itu milik muslim yang hilang. Oleh karena itu, ambil/kutiplah dimanapun kamu menemukannya.” (lupa sumbernya). Apapun itu, pastilah yang terbaik untukku. “Saat Allah menunda sesuatu pemberian-Nya untukmu, anggaplah itu sebagai kesempatan untuk menyempurnakan ikhtiar dan keikhlasan. Niscaya kelapangan dan ketenangan jiwa akan engkau dapatkan.” Sebuah bisikan lembut terdengar. Oossh...! Baiklah. I got it!

“1 tahun ini harus digunakan untuk belajar lebih banyak lagi. Apapun itu, manasik kah, tulis-menulis kah, dll. Ah ya.., amanah di PEMAF juga belum selesai, manasik juga banyak bolosnya karna jadwal kuliah yang bejibun. Aha! Ini dia! Banyak urusan yang belum diselesaikan. Mungkinkah itu hikmahnya??”, tanyaku pada diri sendiri.

(Juni 2008)

Yak! Ini waktu dimana terlihat banyak asap di sekitar Unsyiah. Hah?! Ada apa?! Dimana kebakaran??? Oh..tenang...tenang.. cuma ada orang yang lagi bakar sampah kok....... Gak ding! “Asap” itu berasal dari kepala mahasiswa yang mesti bertempur menghadapi ujian semester genap. *lol* (ups, gak boleh ketawa gede-gede). Selamat berjuang teman-teman mahasiwa. SKS (Sistem Kebut Semalam) udah bisa diganti dengan SMS (Sistem Membaca Seminggu) dan gak usah bikin resep karena kita bukan mau masak (hoho.. :p). Semangaaat! p^0^q

(Akhir Juli-Agustus 2008)

Liburan semester tiba. Yihaaa! (eits, kalem..kalem..). Mau ngapain ya? Ambil semester pendek aja kali ya untuk habiskan liburan 1 bulan ini? Oya, proker (program kerja-red.) KESMA (bidang di PEMAF, aku wakilnya) bulan Agustus ini kan Tabligh Akbar untuk peringati Isra’ Mi’raj. “Mesti bikin rapat nih..”, kataku pada diri sendiri. Handphone berbunyi. “Mama” tertera pada layar hp.

“Assalamu’alaikum Ma..”, jawabku.

“Wa’alaikumsalam.. Bagus ya... udah seminggu nggak ada telpon orang tua. Udah lupa sama Mama ya?”, kata Mama.

“Hehe... maaf Ma.. udah niat mau nelpon kok. Masa’ lupa sama Mama sendiri? Nggak mungkin lah.”, jelasku. “Ayah sama Ari (adikku satu-satunya) sehat kan?”, sambungku.

“He-eh alasan. Alhamdulillah semua sehat. Kapan pulang ke Lhok? Udah libur kan? Ujian gimana?”, tanya Mama.

“Belum tau Ma. Soalnya di sini ada kegiatan PEMAF yang mau dibuat. Rencana Adek juga mau ambil SP. Kan lumayan, liburan jadi bermanfaat. Alhamdulillah ujian lancar-lancar aja. Tapi gak tau hasilnya, hehe..”, jawabku.

“Jeeehh.. masa’ liburan 1 bulan cuma untuk organisasi sama kuliah. Waktu untuk keluarga mana? Kita udah rindu kali sama dia. Gak boleh. Besok Adek pulang terus kemari. Mama gak ijin.”, jelas Mama.

Nah, mulai deh merajuknya. “Ma, Adek ‘kan punya amanah yang harus diselesaikan. Kalau Adek liburan gitu aja namanya kan gak bertanggung jawab. Lagipula Adek wakil ketua. Gimanapun Adek harus arahkan mereka supaya program tetap berjalan. Mama nggak mau kan Adek jadi orang yang gak bertanggung jawab? Ya udah, SP gak jadi ambil supaya Adek tetap bisa pulang. Gimana? Kasih ijin ya Ma..”, bujukku.

“Oh ya, Mama lupa bilang. Adek harus segera pulang. Mama mau ajak Adek ke Penang. Temenin Mama check up tulang pinggang. Ayah kan gak bisa sering cuti. Sekalian Adek check up juga. Mau berangkat haji harus cek kesehatan kan, walau gak jadi berangkat tahun ini, periksa lebih awal kan gak ada ruginya. Paspor urus terus di sana ya..” jawab Mama. Hatiku bertarung. Hah? Proker kiban? Perintah orang tua nih.. Birrul walidain, Ela..

“Ya udah.. Nanti Adek bicarakan sama pengurus yang lain. Moga mereka mau ngerti. Tapi kenapa tiba-tiba, Mamaku..?”, tanyaku lemah.

“Kapan lagi sempat kalau bukan waktu Adek liburan? Hari lain sibuk kuliah. Anak Mama tinggal 2 orang (kakakku sudah meninggal), Dek Ari masih kecil. Siapa lain yang bisa Mama minta temenin?”, jawab Mama. Ini dia, Mama mengeluarkan jurus ampuhnya. Tau aja kalau udah bilang gitu, aku tidak punya pilihan. Ya sudahlah, semoga berkah karena mematuhi ortu tercinta.
......................................................................................................................

PEMAF-MIPA singkatan dari Pemerintah Mahasiswa Fakultas MIPA, tempat dimana aku diberi amanah sekaligus pengembangan kualitas diri. Bidang yang aku urusi sebagai wakil bidang adalah KESMA (Kesejahteraan Mahasiswa). Markas PEMAF berpindah ke bagian utara kampus MIPA setelah pergantian kepengurusan dari BEM ‘07 ke PEMAF ‘08. See, namanya juga ikut diganti. Sepatutnya disyukuri, karena markas PEMAF yang kami tempati sekarang lebih luas dan nyaman, dekat dengan parkiran, dan ada jalan tikusnya (hanya pengurus yang mengerti :] ).

“Untuk proker bulan ini, gimana kesiapan dari bidang-bidang yang bersangkutan?”, tanya sekum (sekretaris umum-red.) PEMAF kepada anggota rapat. “Mulai dari bidang KESMA, bagaimana?”, sambungnya.

“Proker bulan ini dari bidang PEMAF, Tabligh Akbar dalam rangka memperingati Isra’ Mi’raj. Konsep sudah selesai. Panitia juga sudah dibentuk. Tinggal realisasinya saja.”, jelasku.

“Tolong ditulis rencana keseluruhan di papan, biar yang lain bisa tau dan bisa kritisi kalau ada kekurangan.”, sekum mengarahkan.

Aku meminta Dina, salah satu anggota KESMA menulis rencana yang sudah disusun, hasil rapat dengan kabid (ketua bidang-red.) dan anggota bidang KESMA.
“Sambil menunggu Dina menulis, ada yang ingin Ela sampaikan. Insya Allah minggu depan, Ela mau pergi ke Penang dalam rangka check up kesehatan sekalian temenin orang tua La check up juga. Jadi, mengenai proker ini, mohon kerja sama semua pihak dalam menyukseskannya selama La gak berada di Aceh. Kabid juga lagi gak ada di sini waktu acara dilaksanakan, so, anggota KESMA untuk sementara gak punya induknya, hehe... . Bimbinglah mereka dalam proses realisasi proker ini.”, jelasku panjang lebar.

“Eeh... kok tiba-tiba La?”, Gubernur PEMAF, Bang Ari, angkat bicara. “Gak bisa ditunda dulu sampai acara ini selesai?”, tambahnya.

“La minta maaf untuk hal ini. Keberangkatan gak bisa ditunda. Tiket pun udah dipesan. Lagipula ini permintaan orang tua. Bagaimana mungkin La tolak? Mohon pengertiannya”, jawabku.

“Berat juga ngasih izinnya nih. Secara (kata ini populer dipakai dalam kalimat apapun) waktu acara, kabid dan wakabid KESMA gak ada di tempat." Dia terdiam dan berpikir. Tak lama kemudian, "Ya sudah kalau begitu. Apa boleh buat. Insya Allah semua pihak siap membantu menyukseskan acara ini. Semoga perjalanan nanti lancar. Asalkan jangan lupa oleh-olehnya, hehe...”, kata Gubernur. Semua mengamini terutama di bagian penyebutan “oleh-oleh” (Dasar kalian.. fufu...)

“Amiin.. makasih untuk doa dan pengertiannya. Insya Allah oleh-olehnya dibawa pulang, tapi gak janji ya.. hehe..”, tambahku.

“Gak boleh. Pokoknya harus bawa..”, celetuk salah seorang pengurus.

“Yaya.. harus bawa pulang. Kalau gak kami gak bantu.”, sahut yang lain.

“Jeeh.. kalian ini pamrih sangat (melayu mode-on). Kalau bantunya ikhlas kan dapat pahala. Masa’ mau bantu pake embel-embel? Ckckck..”, jawabku ringan.

“Gak eee kak... canda. Tetep bantu kok, tapi kalau ada oleh-oleh lebih semangat! Hihi..”, sahut lagi yang lain. Semua tertawa.

“Ya deh... Insya Allah diusahakan. Sekali lagi terimakasih untuk pengertiannya.”, jawabku tulus.

Lalu rapat dilanjutkan hingga semua proker masing-masing bidang selesai dibahas.

(September 2008)

Masa-masa sibuk mengurus pernak-pernik semester baru perkuliahan dan penerimaan mahasiswa baru 2009.

  • Agenda tetap : Silaturahmi Mahasiswa Baru dengan Mahasiswa Lama.
  • Pelaksana : Semua HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan), UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa), dan PEMAF bekerja sama.
  • Tempat : Lingkungan MIPA

Tahun ini ketua panitia dijabat oleh dosen. Bulan Ramadhan. Menarik, kan? Kegiatan diagendakan secara rapi. Rapat singkat namun padat digelar beberapa hari. Semua civitas akademika terlibat. Bagusnya, link-ku meluas dan berkesempatan untuk bekerja sama dengan orang yang usianya terpaut jauh denganku. Pak Ilham Maulana. Ketua panitia yang bijak dan baik hati. Terima kasih untuk semua nasehatnya, Pak.

Ah ya, kesan itu tercipta saat berkunjung ke rumah beliau beberapa kali. Rumah yang sederhana namun hangat. Istri yang ramah, cerdas, dan 3 orang anak yang lucu serta cerdas juga. Kebahagiaan yang sempurna.

Minusnya, ada satu hari dimana emosiku tidak bisa ditahan saat menghadapi peserta yang sungguh tidak menghargai panitia dan tidak disiplin. Marah, hal yang paling kuhindari dan kubenci. Bukan berupa teriakan atau bentakan, tidak. Aku hanya bertanya, tetapi dengan nada yang naik dua oktaf dan muka yang masam. Buruk sekali. Nafsu mengalahkan akal. Sisa hari itu kulalui tanpa semangat. Tahu kenapa? Karena merasa sangat merugi sudah melakukan hal yang kubenci di Bulan Ramadhan. Puncaknya, aku duduk di lantai ruangan yang digunakan untuk kegiatan silaturahmi tersebut. Menangis. Mau tahu kenapa? Karena selesai marah, aku pasti menangis untuk mengeluarkan emosi berlebih yang terakumulasi di otak. Awalnya hanya beberapa bulir yang jatuh, selanjutnya berubah menjadi isakan tertahan.

Azan ashar menggema. Marilah menghadap-Nya sejenak. Mencuci dosa. Rehat hati dan pikiran. Aku pergi begitu saja tanpa mengajak yang lain. Panitia yang lain merasa heran. Biasanya aku yang paling cerewet mengingatkan mereka untuk shalat. Ah, mereka tidak menyadari tangisanku. Hanya beberapa yang tahu dan memilih diam.

Kutumpahkan segala perasaanku pada-Nya. Mencari kesejukan di naungan-Nya. Pada kelembutan kasih-Nya. Seraya berharap, semoga saat aku sampai di tanah suci, sifat ini dapat kukendalikan dengan lebih baik.

Ajaib. Setelah itu aku mampu menyelesaikan pekerjaan di ruangan tadi dengan senyuman seolah tidak terjadi apa-apa. Benarlah sabda Rasulullah saw. : “Dijadikan permata hatiku ada di dalam shalat.”. (kalau salah tolong dikoreksi ya.. ^-^)



(Oktober 2008)

“Labbaikkallahumma labbaik.. Labbaikala syariikala kalabbaiik...Innal hamda..Wanni’mata lakawalmuk.. Laa syariikalak..” Lantunan talbiyah mulai terdengar di iklan-iklan TV. Siluet gambar Ka’bah, Mesjid Nabawi, Bandara Jeddah, jutaan jamaah haji yang sedang tawaf, Mina, semuanya mulai ditayangkan. Apalagi di stasiun Jazirah Arab. Masya Allah... getaran semangat dan keharuan terasa sampai ke hati ini.

“Ya Allah, Engkau belum berkehendak membawaku ke rumah-Mu tahun ini. Benarlah, manusia hanya bisa berencana. Namun pada akhirnya, hanya skenarioMu yang mutlak berjalan. Akankah umurku cukup hingga aku sampai kesana Ya Rabb? Sempatkah kaki ini menginjak tanah suciMu? Ridhakah Engkau padaku atas semua itu?”, isakku saat melihat siluet gambar-gambar itu.

Bersambung...
Read More......

Sunday, September 19, 2010

Entahlah, jangan tanya padaku

Sekelebatan pemandangan. Darah. Wajah-wajah kesakitan. Potongan kayu. Sobekan baju. Urat leher yang menonjol. Orang-orang berlarian. Aku ikut berlari di sela-sela bau keringat dan rintihan sakit.



“Toloong.. tolooong..”



Di antara teriakan dan desingan peluru karet. Lari dan lari. Sambil melihat ke belakang, barisan almamater masih berusaha menembus blokade polisi. Asap memenuhi udara, memaksa kelenjar air mataku bekerja.



“Cepaaat....! Lari-lariiii!...Awaaasss...!”. Jatuh terjerembab. Berusaha bangkit. Lalu lari, lari, lari,....





.....

Seorang ibu berwajah lelah dan bayi dalam gendongannya, pulas. Di sampingnya wanita ber-make up tebal sibuk mengipasi diri dengan kipas kain norak. Seorang kakek memakai topi merah lusuh, baju oblong putih kusam, celana kain hitam, dan rokok terselip di bibirnya yang gelap berkeriput.



Tiba-tiba..., ”Tujuh lima, tujuh lima. Heh bu, geser sana biar muat penumpang lain! Biasa disitu muat lima orang! Itu baru empat!”. Seorang ibu berpakaian nggak-nyadar-umur, ketat membentuk tubuhnya yang gempal menggeser duduknya sambil memaki-maki sopir.



“Ciiiiiiiit....! Tiiin...tiiiiiiiiiin...!. Sopir mengerem sambil ngomel. Kepalaku terantuk dinding mobil yang karatan disana-sini.



Seorang bapak berperut khas paruh baya, wajahnya bergelambir penuh keringat, menyumpah-nyumpah sopir yang menyetir asal, ”Punya banyak nyawa kau, hah?! Kalau mau mati, mati saja! Gak usah bawa-bawa kami! Sopir goblok!” .



Sopir naik pitam. “Turun kau sekarang! Banyak mulut! Cepat turun!!”. Sambungnya, “Aku capek cari duit! Sumpek! Panas! Coba kau jadi sopir angkot! Barulah kau tau penderitaanku! Kau lihatlah keadaanku! Ini semua gara-gara para maling uang rakyat itu! Mereka sibuk membesarkan perut! Menghisap darah orang-orang nggak berdaya macam aku! Semua jadi hancur berantakan!”.

.....





Terdengar tangisan bayi. Keras. Memedihkan hati. Tangisan sedih, tapi tak tau berkata. Tangisan kecewa, kecewa yang tak tersampaikan.



Salah siapa?





.....





Menghirup udara dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan, berharap sesak dalam dada sedikit berkurang. Melintas sketsa baru. Aku tak sanggup menggeser tumit sepatuku untuk melangkah lebih jauh, melihat lebih dekat. Tidak, aku tak tahan melihatnya. Tidak, tidak, tidaak...!



Air mata mengalir di pipi keriputnya. Tangannya yang gemetaran sesekali mengusap kedua wajahnya. Tangan yang lain memegang erat bingkai foto berwarna kuning keemasan dengan sedikit ukiran di sudutnya. Bibirnya bergetar menahan isak. Hatiku hancur berkeping-keping, terbang bersama ingatanku akan sesosok wanita yang bersedia mengorbankan hidupnya untukku, yang wajahnya setia menemaniku saat aku merengek minta disusui.



“Saya hanya pengen rumah itu, yang jadi hak almarhum suami saya. Dia udah korbankan jiwanya untuk negara ini. Apa salah kalau saya menuntut penghargaan sedikit dari pengorbanannya itu? Waktu saya nggak lama lagi. Hidup yang tenang di rumah yang banyak kenangan dengan suami saya, apa tidak boleh? Sudah tua renta begini, apa harus menghabiskan masa tua saya di panti jompo?”.



!



!!!!



!!!!!!





Aku berlari sekencang-kencangnya. “Ya Allaaaaahhhhhhhh.....!!”





.....







Seorang laki-laki yang sedang asyik di depan layar komputernya. Mengambil sebuah modem merek A lalu menyambungkannya ke komputer. Setelah melakukan koneksi jaringan, dia mengklik ikon web browser lalu mengetik sebuah alamat website. Dia dipandu bisikan dari makhlukyangdilaknatTuhansampaiharikiamat, lalu tanpa ragu menekan tombol enter.



Gambar-gambar maksiat bermunculan dan dia semakin bersemangat surfing di dalamnya. Tak lama kemudian, maksiat yang lain terjadi dan makhlukyangdilaknatTuhansampaiharikiamat pun menandak-nandak di atas kepala laki-laki itu. Terus dan terus berasyik-masyuk, hingga Shubuh pun terlewatkan.



.....



Aku merasa jijik dan muntah.





.....





“Dana APBN yang tersedia sampai hari ini mencapai......”, bla bla bla. Terdengar penjelasan dari arah depan. Mikropon dihidupkan. “Interupsi...!”, bla bla bla. Mikropon dimatikan sambil mencibir. Udara dingin dari AC bertiup lembut, naik memenuhi ruangan yang sangat luas itu, didominasi warna coklat tua.



Sebuah nada dering hape terdengar pelan di sebelahku. “Sudah bisa? Baguslah. Hari ini saya mau pesan tiket ke Singapura. Besok jam 8. Saya mau beli tas tangan terbaru di sana. Apa? Merk? Louis Vutton dong. Channel? Ah, udah dari dulu. Terus kamu....,” bla..bla..bla..



Arah jam 9. Terkantuk-kantuk dengan punggung menyandar malas di kursi empuk. Bentuk perutnya yang buncit tersembunyi di bawah kemeja putih yang dikenakannya. Ujung dasi merah bergaris hitam menyentuh gundukan perutnya yang teratur naik turun. Orang itu sesekali melihat jam tangan dan merutuk, “Lama banget, kapan sih makan siang?.” Dengkuran halus.



Lembaran kertas berserakan di atas meja. Pulpen mulai mendingin, sendiri tanpa ditemani kehangatan jari.





.....





Matahari mulai angkuh. Menerbitkan panas yang luar biasa. Menusuk hingga ke dalam otot tubuh. Hembusan angin pun tak terasa. Di atas sana, langit terlihat keruh dan bertanya, “Di mana warna biruku?”

Bukan, bukan matahari yang angkuh. Tapi manusia yang angkuhnya mencapai titik akut sehingga alam pun tidak bersahabat lagi, nggak sudi, muak!



“Jreeeng..jreeng! Selamat siang Bapak, Ibu, Mbak-mbak, Mas... saya akan menyanyikan lagu dari Iwan Fals yang berjudul Surat Buat Wakil Rakyat.



Untukmu yang duduk sambil diskusi

Untukmu yang biasa bersafari

Di sana di gedung DPR



Wakil rakyat kumpulan orang hebat

Bukan kumpulan teman teman dekat

apalagi sanak famili



Dihati dan lidahmu kami berharap

Suara kami tolong dengar lalu sampaikan

Jangan ragu jangan takut karang menghadang

Bicara yang lantang jangan hanya diam



Di kantong safarimu kami titipkan

Masa depan kami dan negeri ini

Dari Sabang sampai Merauke



Saudara dipilih bukan dilotere

Meski kami tak kenal siapa saudara

Kami tak sudi memilih para juara

Juara diam juara he eh juara hahaha



Untukmu yang duduk sambil diskusi

Untukmu yang biasa bersafari

Di sana di gedung DPR



Dihati dan lidahmu kami berharap

Suara kami tolong dengar lalu sampaikan

Jangan ragu jangan takut karang menghadang

Bicara yang lantang jangan hanya diam



Wakil rakyat seharusnya merakyat

Jangan tidur waktu sidang soal rakyat

Wakil rakyat bukan paduan suara

Hanya tahu nyanyian lagu “setuju”



Aku hanyut bersama dawai petikan gitar yang bergelombang memenuhi atmosfer tepi jalan yang aku tapaki. Sekumpulan anak remaja duduk di sana, bercanda ria sambil latihan bernyanyi lagu yang kudengar tadi. Aku menghampiri mereka.



“Assalamu’alaikum...”, sapaku sambil tersenyum. Mereka terdiam, lalu beberapa tergagap menjawab salamku.



“Wa..wa..waalaikumsalam..”, yang lain nyengir.



“Kenalin dek, nama Mbak, Salsabila. Mbak boleh minta dinyanyiin satu lagu nggak ?”, tanyaku kepada seorang remaja berambut merah yang memegang gitar.



Bengong. Heran. Lalu, “Hah? eh..eh..boleh Mbak. Lagu apa, Mbak? Siapa tau saya bisa. Hehe...”, jawabnya sambil nyengir memamerkan barisan giginya yang kuning.



“Tadi kan Mbak denger kamu nyanyiin lagu Om Iwan Fals. Perasaan Mbak jadi campur aduk habis denger lagu itu.” Aku terdiam sebentar sambil berusaha meredam perasaanku yang nano-nano. Aku berusaha tersenyum. “Nah, sekarang coba deh kamu nyanyiin satu lagu yang bisa bikin suasana hati Mbak jadi enakan lagi”, pintaku pada anak itu.



“Kenapa jadi kayak permen nano-nano gitu Mbak? Hehe..” Dia berpikir sebentar. Tak lama kemudian tersenyum simpul. “Oh, saya tau kenapa Mbak bilang gitu...”, dia manggut-manggut sok tau.



“Kenapa coba?”, tanyaku.



“Ah, pokoke aku tau. Udah sering aku liat di tivi. Aku sendiri udah ngerasain, lha, aku ini buktinya tho Mbak. Tanah air kita ini....”. Dia berhenti sambil menatapku nanar.



“Nggak usah aku bilang lah Mbak. Kita semua dah tau, ya kan? Ntar perasaan Mbak makin kacau, ya tho? Hehe...”, sambungnya menetralkan suasana. Teman-temannya yang lain tertawa kecil. Ada yang melemparkan senyumnya ke arahku, senyum maklum sekaligus menghibur. Seharusnya aku yang menghibur mereka, malah aku yang dihibur, batinku.



“Iya deh, pinter”, jawabku sambil mengacungkan jempol. “Eh, jadi nggak nyanyi untuk Mbak?”, sambungku lagi.



“Oh, iya iya. Lupa aku. Lagu Utha Likumahua aja ya, Mbak. Judulnya Esok Kan Masih Ada”, imbuhnya. Aku mengangguk setuju.





“Jreeng..jreng jreng jreeng.....”



Wajahmu kupandang dengan gemas


Mengapa air mata slalu ada di pipiku


Hai nona manis biarkanlah bumi berputar



Menurut kehendak yang kuasa



Apalah artinya sebuah derita


Bila kau yakin itu pasti akan berlalu


Hai nona manis biarkanlah bumi berputar


Menurut kehendak yang kuasa



Reff#



Tuhan pun tau hidup ini sangat berat


Tapi takdir pun tak mungkin slalu sama


Coba-coba lah tinggalkan sejenak anganmu


Esok kan masih ada .. esok kan masih ada




Sambil tersenyum, dia mengakhiri nyanyian itu dengan manis. Aku balas tersenyum. Aku harus pergi, kalau tidak bisa terlambat, batinku. Aku sodorkan selembar 100 ribuan. Matanya membesar.



“Makasih ya dek, Mbak jadi terhibur. Mbak pergi dulu, nih, ada sedikit hadiah dari Mbak untuk nyanyianmu itu. Bagi-bagi sama teman-temanmu. Tapi janji sama Mbak, hari ini kalian nggak usah ngamen ya”, jelasku sambil menyapu pandangan semua wajah yang ada di situ.



“Horee... horee.. asiiikk!”, sorak mereka. “Makasih ya Mbak, makasih ya..”, celetuk salah seorang mereka.



“Makasih, Mbak.”, terdengar lagi. Mereka terus mengucapkan terima kasih. Aku tersenyum mengiyakan.



“Oh ya, nama kamu sapa?”, tanyaku kepada anak yang berambut merah tadi.



“Namaku Faiz, Mbak. Makasih ya Mbak untuk hadiahnya. Semoga Allah memberi Mbak rezeki yang melimpah dan hidup yang bahagia.”, jawabnya bijak. “Nggak hanya bahagia di dunia tapi juga di akhirat”, imbuhnya tulus.



Aku terharu seraya mengaminkan sepenuh hati. “Makasih atas doanya dek, semoga hal yang sama untuk kalian. Amiin...”, mereka mengaminkan. “Mbak pamit ya, Assalamu’alaikum..”, aku beranjak sambil tersenyum.



“Waalaikumsalam...”, mereka menjawab salamku kompak. Tak tergagap, tak ada cengiran. Yang ada hanya lengkungan indah di sudut kiri dan kanan bibir.



Butiran bening itu akhirnya jatuh bersama semilir angin yang bertiup pelan. Lalu naik, naik semakin tinggi dan menyatu dengan molekul air lainnya di lapisan stratosfer. Butiran dari sudut mataku, dari mata anak berambut merah itu, dan dari mata yang setiap harinya menengadah ke langit seraya berucap, “Terimakasih Tuhan..”. Berusaha bersyukur walau hidup kian terasa sulit.





.....





Aku masih terbang. Tak lama, aku mendarat di sisi tempat tidurku. Lelah. Terasa ada yang sakit. Aku cari di sekujur tubuh, di sayapku, tapi tak ada luka. Sakit..



Sakit dimana?



Luka. Mana yang luka?



Tak ada. Tapi terasa.



Ah, pastilah tak terlihat. Ya, jiwaku yang terluka.



Mengapa? Entahlah. Aku pun tidak tau.



Lelah. Lelah...



.....





Semua ini salah siapa?



Mahasiswa teriak-teriak. “Pemerintah! Pemerintah!”



Sopir menyumpah-nyumpah. “Penghisap darah rakyat itu!”



Para wakil tertawa licik dan berkata,” ..sok suci semua! Hidup butuh duit!”



Seorang laki-laki mendesah nikmat lalu berkata, “Apaan sih sibuk UU Pornografi, munafik lo!”



Orang tua menyalahkan anak. Anak menyalahkan orang tua.



Orang tua menyalahkan Ulama, Ulama ngomong berbusa-busa di kultum, gak sempat masuk telinga jamaah, udah terpental duluan saking bebal.



Orang awam ngekor aja yang penting hidup makmur.



....





Saling menyalahkan, terus berputar di lingkaran setan. Gak mau keluar. Yang nulis ini juga sama. Karena baru bisa sampai tahap menyampaikan, thok!







Aku...





Rindu menempati negeri penuh lengkung indah dimana tiada aroma pekat kesedihan dan luka.





Pernahkah engkau lihat awan yang berarak di hamparan langit biru umpama arakan kuda putih yang berjalan membawa sekedup cahaya?



Aku ingin masuk ke dalamnya.



Mungkin itulah jalan yang dapat membawa aku ke negeri itu.

Read More......

Friday, September 17, 2010

Perjalanan Ke Dua Tanah Suci (1)

Aku yakin pada untaian mimpi yang terwujud menjadi sepenggal episode kehidupan yang manis, bila dirajut dengan usaha dan doa. Selebihnya, biarlah skenario-Nya yang membuat semuanya menjadi lebih indah dan bermakna. . .

Berawal dari 4 tahun lalu, saat menyaksikan teman sekelasku di SMA yang menjemput cita dan cinta di tanah suci-Nya, menunaikan rukun kelima dalam Islam. Waktu itu, terbetik dalam hati ini keinginan untuk melakukan hal yang sama. Kerinduan menginjakkan kaki di sana menyergap begitu saja dan menggetarkan ruang hatiku. Sepulang sekolah, aku menceritakan pada kedua orang tuaku yang telah berhaji mengenai keinginanku itu. Mereka mengaminkan seraya berucap, “Kalau Allah berkehendak, tidak ada yang mustahil”.

Dan dimulailah pada malam-malam berikutnya, untaian doa mulai kurajut dengan kesungguhan agar Allah berkenan membawaku menyusuri jejak Rasul-Rasul terdahulu dan para sahabatnya dalam memperjuangkan Islam, untuk menyungkur di depan Ka’bah-Nya, bergabung dalam pusaran manusia mengelilingi orbit-Nya, yang tiada berhenti hingga Kiamat tiba.


Tak lama kemudian, setelah masa kelulusan lewat, lingkungan akademisku berganti. Universitas Syiah Kuala. Tempat selanjutnya yang kutuju untuk membongkar gudang ilmu yang telah dipilihkan Allah buatku. Ilmu Biologi di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Walaupun sebagian orang mengatakan aku bisa lulus di kedokteran, tapi aku tetap kukuh untuk belajar ilmu tersebut. Karena aku yakin, pilihan Allah tidak pernah salah. Saat itu, impianku untuk berhaji terus mengusikku. Tentu saja, selain berdoa, aku juga mulai berpikir bagaimana cara agar hal itu terwujud. Aku berpikir untuk mulai menabung. Tidak peduli kapan terkumpul uang dalam jumlah yang dibutuhkan, aku harus berusaha. Dan pada saat itulah, Allah menunjukkan kekuasaanNya.

Aku tidak akan lupa. Malam itu, pada semester awal aku mengikuti perkuliahan, Mama menelpon untuk bertanya kabar, mengingatkanku untuk tidak lupa makan, dan beribadah. Sampai pada pertanyaan, “Adek, Mama sama Ayah ada uang lebih di tabungan, rencananya kami mau transfer ke tabungan Adek untuk biaya pendaftaran haji. Adek mau nggak?” tanya Mama. Hah?! Aku terkejut mendengarnya.

“Nggak salah nih?” tanyaku dalam hati. Aku merasa sedang bermimpi.

“Kalau Adek mau, biar Mama transfer dan bisa daftar terus. Kan waiting list-nya panjang tuh. Biar Adek sekalian pergi sama Bunda sekeluarga.” lanjut Mama. Bunda adalah panggilan untuk kakak Mama yang tertua. Selama 2 tahun menjalani perkuliahan, aku tinggal di rumah Bunda.

Aku tetap hening. Otak tak bisa mencerna. Bengong. Masih belum percaya. “Coba Adek pikirkan dulu. Nanti kalau udah ada keputusan, kabarin Mama ya..” tambah Mama saat tidak ada jawaban yang terdengar.


“Iya Ma..” jawabku. Masih dalam keadaan setengah sadar, kujawab salam Mama. Tik...tok...tik...tok... hanya terdengar gerakan jarum jam di dinding kamarku. Aku mencubit tanganku. “Adduhhh...!” keluhku sambil mengusap-usap tangan. Memang bukan mimpi. Seketika kesadaranku pulih. Aku langsung bersujud syukur.

“Alhamdulillah.... Allahu Akbar..!!” ucapku agak keras ditemani air mata yang mulai meliuk turun. Bahagia tak terkira. Baru saja aku berencana menabung, namun Allah memudahkan jalanku lewat rezeki yang diberikan-Nya kepada kedua orang tuaku.

Dari pembicaraanku dengan Mama di telepon, satu hal yang kusadari. Mama sepertinya sudah lupa tentang keinginanku untuk berhaji yang pernah aku utarakan waktu SMA dulu. Makanya Mama menyuruhku untuk berpikir ulang tentang keputusan untuk ikut atau tidak.

Dan Allah mulai mengujiku. Setan menghembuskan bisikan agar aku membatalkan niatku untuk pergi. “Nanti gimana dengan kuliahmu? Kamu pasti ketinggalan dari teman-temanmu.Coba ingat-ingat, tuh si A yang berangkat haji semasa perkuliahan, nilainya turun drastis. IP-nya hancur. Kamu mau merasakan hal yang sama?? Aahh...udaaahh..gak usah pergiii...!”. Keraguan menyusup halus. Aku beristighfar sembari meyakinkan diri. “Skenario-Nya tidak pernah salah. Allah telah menjawab doaku. Di luar sana, begitu banyak orang yang ingin berhaji tapi terkendala dengan finansial. Tetapi aku yang belum punya penghasilan, Allah mudahkan lewat kedua orang tuaku. Apakah aku harus ragu dengan keputusan-Nya? Bukankah Allah selalu memberi yang terbaik untuk hamba-Nya?”

Bismillah, aku memantapkan diri. Tidak ada lagi keraguan itu. Besoknya aku langsung menelpon Mama untuk memberi tahu keputusanku. Ucapan hamdalah keluar dari mulut wanita yang sangat aku cintai itu. “Alhamdulillah... senang Mama dengarnya. Tidak semua orang dapat kesempatan seperti Adek. Apalagi di usia muda seperti sekarang. Nanti kalau uangnya udah ditransfer, Mama kabari ya..” jawab Mama. “Oh ya.. jangan lupa terus berdoa agar dimudahkan semuanya. Juga Adek udah bisa mulai baca buku tentang manasik haji. Ibadahnya juga terus diperbaiki dan ditingkatkan. Persiapkan diri lebih awal kan nggak ada ruginya.” tambah Mama.

“Iya Ma. Insya Allah.” jawabku. Kuakhiri pembicaraan dengan mengucap salam.

****************************************************************************************

2 tahun kemudian....
(Mei 2008)

“Ela, Bunda mau daftar manasik haji di Yayasan Al-Mabrur. Ela ikut kan? Katanya bagus disana. Mama juga kenal pendirinya tuh. Dia dulu murid Mama waktu ngajar di SPMA.” tanya Bunda.

“Oh.. kapan mulainya, Bunda? Ela ikut lah..” jawabku.

“Minggu kedua bulan ini. Acaranya di mesjid Lampineung itu. Nanti ada kabar selanjutnya dari Yayasan. Kita tunggu aja.” jelas Bunda.

Aku mengangguk sambil tersenyum. “Oh ya, Bunda udah tau belum kapan kita berangkat? Tahun ini ya? Kayaknya Bunda udah tau ni. Udah daftar manasik gitu.” tanyaku lagi.

“Belum ada pengumuman dari Depag. Nanti kalau nama kita ada, pasti dihubungi. Pak Cik juga lagi nyari info tentang ini. Kan Pak Cik banyak kenalan di sana.” jawab Bunda. Pak Cik itu panggilan untuk adik laki-laki Bunda yang paling muda. Berarti adik Mamaku juga. Tapi kami keponakannya sering memanggil dengan sebutan “Acik”. Lebih enak didengar.

“Cepat juga ya Bunda kalau tahun ini kita berangkat. Berarti waiting list-nya dua tahun.” tambahku.

“Iya, Alhamdulillah kan.. . Kalaupun nggak jadi tahun ini kita berangkat, minimal kita udah punya bekal ilmu manasik untuk berangkat kesana. Nggak jadi tahun ini, Insya Allah tahun depan.” kata Bunda lagi.

Tibalah waktunya manasik dimulai. Dari Bunda sekeluarga, yang mendaftar untuk berangkat haji adalah Bang Habibi, Dek Ami, Bunda. Dari Acik sekeluarga adalah Acik dan istrinya, Ammah Sarah. Jadi kami semua berjumlah 6 orang. Namun tiba-tiba.....

Bersambung....

Read More......

Thursday, September 16, 2010

Maafkan anakmu

Tak tahu seberapa bulir-bulir peluh yang jatuh,
air mata yang tumpah,
luka yang tercipta di jiwa,
susah yang dirasa,
karena kalian menguburnya di tempat yang tidak kuketahui..., kan?

Agar peluh itu tak mengotoriku,
air mata itu tak membuatku sedih,
luka itu tak mengurangi senyumanku,
dan kesusahan tak menyentuhku.

Yang kutau...

Kasihmu Ayah telah ada sebelum aku lahir
Cintamu Mama... tlah kau alirkan pada tiap elusan di perutmu
Yang kutau...
Kala aku bertumbuh di perut Mama,
Ayah slalu memanggilku “anak Ayah yang shalehah”
stiap pulang mencari penyambung hidup.
Dan Mama slalu berbisik, “Aku bersedia mati demi engkau, anakku...”
Padahal Mama tidak tau wajahku,
Tak peduli aku cacat atau normal.
Saat itu aku hanya bergerak, menendang dinding perutmu.

Maafkan aku, Ayah, Mama...
Karna slalu membuat kalian cemas...
Read More......

Saturday, September 4, 2010

THE TRULY OF “PULANG KAMPUNG”

Pulang kampung? Hmm..mahasiswa banget nih! Tul gak?? Apalagi kalo udah dekat lebaran atau tanggal merah di kalender yang ditunggu-tunggu penampakannya (emang hantu? hii..) walaupun cuma 3 hari, tapi tetep bela-belain pulang. Gak peduli kalo ntar badan pegel-pegel karena maksa pulang, padahal jalan ke rumah tercinta harus ditempuh dengan bus umum 6 jam, nyambung naek angkot 2 jam, ditambah duduk di belakang abang jasa motor 1 jam, trus terakhir bertapak 2 km dari ujung jalan ke rumah karena gak bisa dilewati sama motor (perjuangan banget ni!). Namun, niat pulkam (pulang kampung) gak tergoyahkan. Hmm...ni baru perjuangan di dunia, gimana nanti saat kita semua pulang ke kampung yang sebenarnya ya??

Negeri Akhirat itu Pasti Adanya

Wah..ngomongin akhirat ni. “Kami kan masih muda, ntar aja deh kalo udah tua, kan masih lama!”. Kabuur..hehe..jangan yak! Simak atuh, gak bakal nyesel deh ^-^

Ada yang tau gak pada usia berapa Izrail nemuin kita? Atau ada yang tau gak, dimana kita akan mati? Minta ‘tuk dimundurin jadwal pencabutan nyawa, emang bisa?? Yup, jawabannya TIDAK TAHU. Karena itu semua adalah hal yang gaib. Dan sebagai muslim, kita kudu beriman akan adanya hal-hal itu, karena Allah berfirman :

“Kitab (Alquran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, yaitu mereka yang beriman kepada yang gaib, melaksanakan shalat, dan mengifakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, dan mereka yang yang beriman kepada (Alquran) yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dan (kitab-kitab) yang telah diturunkan sebelum engkau, dan mereka yakin akan adanya akhirat.” (Al-Baqarah : 2-4)

Akhirat sebagai tempat tujuan akhir dari perjalanan panjang di dunia, tempat tinggal kita yang abadi adalah negeri yang kita rindukan selama ini. Negeri yang disanalah terdapat kampung kita yang sebenarnya. Dunia ini sobat, nggak ubahnya seperti toko, grosir, warteg, dsb. yang kita singgahi sebentar di tengah perjalanan menuju ke kampung halaman. Kita hanya membeli barang yang dibutuhkan, misalnya makanan ringan untuk melepas lapar, obat Antimo supaya gak mual, pom bensin untuk mengisi bahan bakar kendaraan, dan lain-lain, agar perjalanan menjadi nyaman dan demi satu tujuan, rumah tercinta! Di dunia, Allah menugaskan kita untuk bercocok tanam “amal baik” di tanah “dunia” yang telah Allah sediakan, untuk kemudian diambil hasilnya dan dibawa pulang sebagai bekal di tengah perjalanan supaya kita sampai dengan selamat.

Bayangin deh, seorang musafir di padang pasir yang hanya membawa 1 ekor unta lengkap dengan barang bawaan sebagai bekal, lalu di tengah jalan dihadang oleh perampok gurun sehingga semua barangnya habis dirampas dan musafir itu ditinggalkan gitu aja tanpa bekal sedikitpun, walau hanya seteguk air! Jangankan sampai ke tujuan, mungkin udah jadi tulang-belulang duluan! Na’udzubillahi min dzalik. Makanya sobat, ayo siapin bekal sebanyak-banyaknya hasil cocok tanam yang kita lakukan agar siap menempuh perjalanan panjang yang sulit ini. Apa yang kita tanam, itulah yang akan kita panen. Buruk yang ditanam, buruk pula hasilnya, gitu juga sebaliknya. Tapi dipikir-pikir, emang ada orang yang mau nyiapin bekal roti berjamur misalnya, untuk menuntaskan rasa lapar selama perjalanan??

Kampung Asal Bernama Syurga

Inget gak kisah waktu Nabi Adam as. diturunkan ke bumi bersama Siti Hawa yang tertera di dalam Alquran? Setelah sampai di bumi, Nabi Adam dipisahkan dengan Siti Hawa selama 200 tahun. Lalu keduanya bertemu di Jabal Rahmah (bukit kasih sayang) yang sampai sekarang menjadi tujuan ziarah jutaan para jama’ah haji. Di puncak bukit tempat pertemuan mengharukan itu kemudian didirikan sebuah tugu berwarna putih sebagai pengingat bagi kita semua bahwa kakek-nenek moyang kita pernah dikeluarkan dari kampung asal — syurga — dan berjuang menapaki jalan penuh kerikil dan onak duri untuk kembali pulang, karena memang syurga lah tempat kita berasal. Nah, sekarang tanya deh sama hati kecil kita, karena bisikan hati terdalam tidak pernah berdusta. “Mau balik ke syurga gak? Itu kampung asal lho..” Pasti jawabannya, “Mauuuuuu. Itu kan kampungku..Aku harus berjuang agar bisa kembali kesana!”.


Sobatku yang dirahmati Allah...

Itulah fitrah manusia. Jadi....ayo deh berhenti sejenak untuk melihat sejauh mana persiapan yang udah kita lakukan. Renungi, udah bener blom arah jalan yang kita tuju? Apakah rambu-rambu penunjuk jalan “Alquran dan Hadis Rasulullah” udah kita ikutin? Trus, bahan bakar “amal shaleh” dah diisi blom ke kendaraan “iman”? Kalau belum, buruaaaaaan...gak ada kata terlambat untuk sebuah kebaikan. Kapan lagi sih kita akan memulainya kalau bukan saat ini juga? Apalagi yang ditunggu?? Mau menunggu hingga rambut memutih, badan membungkuk, langkah kaki gemetaran? Sedangkan Islam menghendaki masa mudamu (masa produktif), bukan masa tuamu. Atau menunggu datangnya ajal baru mengucap kata taubat, sedangkan saat nyawa tlah sampai di kerongkongan, taubat tidak lagi diterima? Apakah kisah para istri Rasulullah saw yang disuruh memilih antara kenikmatan dunia dengan akhirat tak mampu membuka mata hati yang tertutup? Atau kisah orang-orang terdahulu yang ditimpa azab yang sangat keras karena mengingkari firman-Nya tak bisa menyentuh dasar hati kita? Atau gambaran syurga dengan segala kenikmatannya tak lagi dapat membangkitkan kerinduan melihat wajah-Nya?? Lalu apa yang ingin kita lakukan, menghabiskan waktu yang semakin sedikit ini untuk bersantai-santai, padahal syurga bukanlah sesuatu yang Allah hadiahkan begitu saja!


Jangan Lupa Jalan Pulang

Tulisan ini kuhadiahkan untukmu saudara-saudaraku sebagai salah satu bukti cintaku padamu. Sebentuk cinta seorang muslim kepada saudara-saudara muslimnya yang lain. Rasulullah bersabda :
“ Tidaklah sempurna iman seseorang sebelum ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri”.

Mari bercermin kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq ra., sahabat sejati Rasulullah saw yang rela kakinya dipatuk ular untuk melindungi Rasul saat mereka berlindung di dalam gua dari kejaran kaum musyrikin Mekah. Kepada Umar bin Khatab ra. yang selalu menangis kala teringat perbuatan beliau mengubur hidup-hidup anak perempuannya yang masih kecil semasa jahiliyah dulu, hingga aliran air matanya berbekas hitam di kedua pipinya. Kepada Usman bin Affan ra. yang sangat pemalu, malu melakukan dosa, malu bermaksiat kepada Allah hingga malaikat pun merasa malu kepadanya. Kepada Bilal bin Rabah, seorang budak hitam tapi menjadi muazin kesayangan Rasulullah, yang bunyi sandalnya di syurga terdengar oleh Rasul dalam mimpi karena tidak pernah meninggalkan shalat sunat setelah wudhu, serta komitmennya memeluk Islam walau ditindih batu besar pada siang hari yang sangat terik. Disaat tersiksa begitu pun, masih keluar kalimat agung dari mulutnya, “Ahad...Ahad..(Esa...Esa..)”, teguh memegang keyakinan Allah lah satu-satunya Tuhanku.

Bila suatu waktu kita meniti jalan yang salah, segeralah kembali. Fitrah bila seorang manusia berbuat khilaf, terjebak dosa, sebab kebodohan. Tapi lantas jangan jadikan dosa itu sebagai sesuatu yang membuat kita berputus asa dari rahmat-Nya. Dosa dan kebodohan bisa menjadi jalan yang mendekatkan kita kepada Yang Maha Penyayang. Dengan dosa, seseorang kembali teringat Tuhannya sehingga berusaha untuk bertaubat dan terus melakukan hal-hal yang disukai-Nya hingga Allah mencintai-Nya.

Seorang hamba di antara hamba-hamba-Ku, yang mencari kedekatan dengan-Ku melalui amal yang Aku wajibkan atasnya, maka ia sungguh-sungguh menjadi dekat kepada-Ku melalui amal shaleh yang ikhlas sampai Aku mencintainya. Bila Aku sudah mencintai-Nya, Aku menjadi telinganya yang dengannya ia mendengar; dan menjadi matanya yang dengannya ia melihat; dan menjadi lidahnya yang dengannya ia berbicara; dan menjadi tangannya yang dengannya ia memukul. Bila dia menyeru-Ku, Aku menjawab; dan bila dia meminta dari-Ku sesuatu, Aku memberinya.


Sadar dengan kebodohannya, dia berusaha belajar, mencari ilmu, menerapkannya dalam aktivitas sehari-hari hingga Allah meninggikan derajatnya karena ilmu yang dimilikinya dan amalan yang dilakukan dengan kesadaran penuh, bukan dengan hati yang lalai!

Ampunan-Nya begitu luas, kasih sayang-Nya melebihi kasih seorang Ibu, karunia Allah tidak pernah dicabut walaupun maksiat tidak berhenti kita perbuat. “Maka, nikmat-Nya yang manakah yang akan kau dustakan?”.

Sobatku yang disayangi Allah, maka dari itu jangan lupa jalan pulang ke kampung asal kita. Jangan pernah lupa. Syurga, tempat nanti dimana kita akan berkumpul sambil duduk berhadap-hadapan dan bernostalgia saat-saat hidup di dunia, tempat dimana kita dapat melihat wajah-Nya yang Maha Indah, yang tiada kenikmatan yang lebih dari itu.

Mari kita berjuang menapaki jalan penuh kerikil dan duri yang tajam ini, mari melangkah bersama, pegang tanganku dan berjanjilah untuk tidak pernah menyerah. Semoga Allah menaungi kita dengan mahabbah-Nya di dunia dan di hari dimana tiada naungan selain naungan-Nya. Amiin..

Allahummasyhad....Allahummasyhad...Allahummasyhad..


Salsabila Ahdhar
12 September 2009
Alunan cinta yang tak pernah berhenti
Read More......

Wednesday, September 1, 2010

Percaya Pada 5 cm di Depan keningmu



Terkadang dalam hidup, saat menjalani rentetan target yang udah kita pasang sejak lama (apapun itu), gak bisa dipungkiri akan datang masa-masa dimana nyala semangat yang kita kobarkan sedikit meredup. Menurut survey kecil-kecilan yang saya lakukan, banyak banget penyebabnya. Tetapi bukan itu yang pengen saya ungkapin disini, mungkin di lain kesempatan (gak janji yaa..). Yah,,saya pun pernah merasakan hal yang sama. Manusiawi banget. Nah, kalau dah nyampe pada keadaan yang demikian (kayak sekarang nih), saya suka nyari motivasi dari tumpukan buku favorit yang kalau dibaca ulang bisa bikin semangat berkobar lebih besar dari sebelumnya.

Hmm,, kali ini buku pilihan saya berjudul “5 cm” yang ditulis secara keren banget oleh Donny Dhirgantoro. Ngeliat kaver depannya yang dominasi warna hitam, dengan tambahan kata-kata pilihan di bagian latar belakang yang berwarna senada, tampak sederhana banget dan unik. Lain daripada yang lain. Tapi supaya kita gak pusing mikirin “kenapa sih, kavernya kok kayak gitu?”, Mas Bayu Abdinegoro yang merupakan graphic artist-nya (yang desain kaver) berbaik hati mengungkapkan refleksi kaver buku ini dalam bahasa yang singkat tapi dalem.

“Impian, Cinta, dan Kehidupan.”
Sederhana, tapi luar biasa... ada dalam diri setiap manusia jika mau meyakininya.



Keren ya. Nah, bagi yang penasaran dan pengen tau lebih banyak tentang buku ini, silahkan beli di toko-toko terdekat. Dijamin gak nyesel. Oya, saat membacanya, jangan lupa pake filter. Bagian yang jelek dibuang, yang bagus diambil, dan letakkan di tempat rahasiamu. Jadi kapanpun kamu butuh, kamu bisa mengeluarkannya kembali dan menggunakannya untuk menginspirasi lembaran hidupmu.

Kembali ke topik awal. Sewaktu membaca sebuah buku, saya suka banget nyari bagian dari buku tsb yang bisa menginspirasi/memotivasi. Dan saya ingin berbagi dengan pembaca bagian yang menginspirasi/memotivasi tersebut terkait dengan paragraf pertama dari catatan sederhana ini.

“..... begitu juga dengan mimpi-mimpi kamu, cita-cita kamu, keyakinan kamu, apa yang kamu mau kejar, taruh di sini. “ Ian membawa jari telunjuknya menggantung mengambang di depan keningnya...

“Kamu taruh di sini... jangan menempel di kening.

biarkan...

dia...

menggantung...

mengambang...

5 centimeter...

di depan kening kamu...”

“Jadi dia nggak akan pernah lepas dari mata kamu. Dan kamu bawa mimpi dan keyakinan kamu itu setiap hari, kamu lihat setiap hari, dan percaya bahwa kamu bisa. Apa pun hambatannya, bilang sama diri kamu sendiri, kalo kamu percaya sama keinginan kamu itu dan kamu NGGAK BISA menyerah. Bahwa kamu akan berdiri lagi setiap kamu jatuh, bahwa kamu akan mengejarnya sampai dapat, apa pun itu, segala keinginan, mimpi, cita-cita, keyakinan diri...”

“Biarkan keyakinan kamu, 5 centimeter menggantung mengambang di depan kening kamu. Dan... sehabis itu yang kamu perlu... cuma...”

“Cuma kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya, tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya, mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya.”

“Lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja...”

“Dan hati yang akan bekerja lebih keras dari biasanya...”

“Serta mulut yang akan selalu berdoa...”

“Dan kamu akan selalu dikenang sebagai seorang yang masih punya mimpi dan keyakinan, bukan cuma seonggok daging yang hanya punya nama. Kamu akan dikenang sebagai seseorang yang percaya pada KEKUATAN MIMPI dan MENGEJARNYA, bukan seorang pemimpi saja, bukan orang biasa-biasa saja tanpa tujuan, mengikuti arus dan kalah oleh keadaan. Tapi seorang yang selalu percaya akan keajaiban mimpi, keajaiban cita-cita, dan keajaiban keyakinan manusia yang tak terkalkulasikan dengan angka berapa pun... Dan kamu nggak perlu bukti apakah mimpi-mimpi itu akan terwujud nantinya karena kamu hanya harus mempercayainya.”

“Percaya pada 5 centimeter di depan kening kamu.”

Saya berterima kasih kepada Donny Dhirgantoro yang telah menulis sebuah buku yang telah mengubah pandangan saya tentang banyak hal dan memasukkan hal-hal yang baru dalam dunia saya. Ya, tidak hanya saya, tetapi ribuan orang yang telah membaca buku ini mengatakan hal yang sama lewat email yang dikirim kepada penulis.

Impian (tentu saja dengan izin-Nya) yang membawa saya bisa menginjak Pulau Jawa, bertemu dengan orang-orang luar biasa, belajar arti keluarga, sahabat, teman, arti kampung halaman. Di sini saya merasakan betapa saya merindukan Pulau Sumatra, khususnya Aceh, padahal baru 1 bulan 4 hari saya meninggalkannya. Juga merindukan suasana Ramadhan disana. Sungguh banyak yang saya dapatkan di sini. Saya bersyukur karenanya. Dan hal ini adalah bagian kecil dari serangkaian mimpi saya yang telah terwujud terlebih dahulu semata karena kemurahan-Nya.

Untuk mereka yang masih belum percaya—walaupun manusia tidak akan pernah bisa memutar kembali waktu untuk mengulang kembali semuanya dari awal—Tuhan telah memberikan kebebasan bahwa setiap manusia bisa memulai kembali semuanya dari sekarang, untuk membuat akhir yang baru, akhir yang lebih indah.

Bangsa yang besar ini juga harus punya mimpi...
Terima Kasih,


Humaira Meirina
Read More......

Sunday, May 2, 2010

Perbanyaklah Minum Air, atau.....

Tidak kurang dari 80% tubuh manusia terdiri dari air. Bahkan beberapa bagian tubuh manusia ada yang memiliki kadar air diatas 80%. Otak dan darah adalah dua organ penting dengan kadar air melebihi 80%. Otak memiliki komponen air sebanyak 90%, sementara darah memiliki komponen air 95%.

Manusia normal disarankan mengkonsumsi air sedikitnya 8 gelas atau 2 liter perhari. Jumlah tersebut masih harus ditambah bila anda seorang perokok. Air sebanyak 2 liter itu diperlukan untuk mengganti setiap cairan yang keluar dari tubuh manusia lewat air seni, keringat, pernapasan, dan sekresi.

Meminum air sebanyak 2 liter atau 8 gelas sehari nampak sebagai pekerjaan 'sepele'. Namun seringkali sikap menggampangkan itu yang kemudian menyebabkan kita lalai memenuhi kebutuhan tubuh akan air. Tentu Anda tidak akan pernah membayangkan kengerian yang terjadi jika tubuh sering kekurangan air.

Jika air yang kita konsumsi kurang dari jumlah yang disarankan diatas, tentu tubuh akan menyeimbangkan diri dengan jalan 'menyedot' air dari komponen tubuh yang lain yang merupakan sumber air yang terdekat, darah.
Darah yang disedot airnya, akan menjadi kental. Akibat pengentalan darah ini, makaperjalanannya ke seluruh tubuh akan kurang lancar jika dibandingkan dengan darah yang encer. Saat melewati ginjal (tempat menyaring racun dari darah), ginjal akan bekerja extra keras dalam menyaring darah. Dan karena saringan dalam ginjal begitu halus, tidak jarang darah yang kental-karena komponen airnya tersedot- bisa menyebabkan perobekan pada glomerulus ginjal. Akibatnya, air seni akan berwarna kemerahan, tanda mulai bocornya saringan ginjal.

Bila dibiarkan terus menerus, mungkin suatu saat anda harus menghabiskan biaya sebesar empat ratus ribu rupiah perminggu untuk cuci darah.

Selain itu, saat darah yang kental itu mengalir lewat otak, perjalanannya agak terhambat. Akibatnya, otak pun tidak lagi "encer". Dan karena sel-sel otak adalah yang paling boros dalam mengkonsumsi makanan dan oksigen, lambatnya aliran darah ini bisa menyebabkan sel-sel otak cepat mati atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Bila kondisi ini masih harus ditambah dengan penyakit jantung (fungsi jantung sebagai pemompa darah akan bertambah berat bila darah mengental), maka serangan stroke bisa lebih cepat datang.

Jadi, mulailah banyak minum air. (bay/dari beberapa sumber)
Read More......

Jangan Biarkan Dirimu Hancur

Suatu ketika, ada seorang sahabat memulai kotbahnya dengan mengeluarkan selembar uang seratus ribu yang baru. Kemudian dia bertanya “Siapa di antara kamu yang mau uang ini, jika diberikan ikhlas padamu?” Langsung saja yang mengangkat tangan banyak sekali.

Katanya lagi ” Ya, ini akan saya berikan, tapi sebelumnya biar saya melakukan hal ini”. Sahabat tersebut meremas uang kertas seratus ribu itu, menjadi gulungan kecil yang kumal.

Kemudian dia buka lagi ke bentuk semula : lembaran seratus ribu, tapi sudah kumal sekali. Lalu dia bertanya ” Siapa yang masih mau uang ini?” Tetap saja banyak yang angkat tangan, sebanyak yang tadi.

“Oke, akan saya kasih, tapi biarkan saya melakukan hal ini”. Dia menjatuhkan lembaran uang itu ke lantai, terus diinjak-injak pakai sepatunya yang habis berjalan di tanah becek sampai nggak karuan bentuknya. Dia tanya lagi” siapa yang masih mau?” Tangan-tangan masih saja terangkat. Masih sebanyak tadi.
“Nah, sahabatku, sebenarnya aku dan kau sudah mengambil satu nilai yang sangat berharga dari peristiwa tadi. Kita semua masih mau uang ini walau bentuknya sudah nggak karuan lagi. Sudah jelek, kotor, kumal… tapi nilainya nggak berkurang: tetap seratus ribu rupiah.

Sama seperti kita. Walau kau tengah jatuh, tertimpa tangga pula… tengah sakit, tengah hancur pula, atau kau gagal, nggak berdaya, terhimpit, dan merasa terhina, kecewa dan terkhianati, atau dalam keadaan apapun, kau tetap nggak kehilangan nilaimu… karena kau begitu berharga. Jangan biarkan kekecewaan, perasaan, ketakutan, sakit hati, menghancurkan kamu, harapanmu, atau cita-citamu.”

“Kamu akan selalu tetap berharga, bagi dirimu, bagi diriku, bagi sahabatmu, bagi sahabat yang lain dan kau tetap sama dimata Tuhanmu. Dia, Tuhanmu, akan berlari mendekatimu, jika kau berjalan menuju-Nya. Aku pun sahabatmu akan melakukan hal yang sama, karena fithrah setiap diri kita akan mulia jika mencoba mendekati sifat2 Tuhan kita. Disanalah nilai dirimu berada.”
Read More......

Perjalanan Ruhani Seorang Mualaf

Ini adalah kisah nyata seorang siswa SMAN 1 LSM. Dia yang menulis sendiri untuk Ela karena permintaan Ela untuk berbagi pengalaman. Sekarang dia telah menjadi mahasiswa di FK Unsyiah. Mudah-mudahan dapat menjadi ibrah bagi kita semua…

Saya bernama Hendra. Itu nama saya sebelum memeluk agama islam. Agama saya yang dulu adalah Budha. Saya mulai meyakini islam pada waktu saya duduk di kelas 3 SLTP. Pada saat itu banyak teman saya yang menceritakan tentang kemegahan islam. Misalnya buku tentang Nabi-Nabi, turunnya AlQuran, dan logika islam. Seseudah saya membaca buku-buku tersebut, timbul rasa damai dan tenang di hati. Timbul juga rasa penasaran bagaimana perjalanan islam selanjutnya.

Keyakinan terhadap islam timbul pertama kali saat saya mendengarkan ceramah dari seorang ustad dan kawan-kawan. Saya membandingkannya dengan agama saya yang dulu. Dari situlah timbul rasa kepercayaan pada islam itu sendiri. Saya pernah menanyakan bagaimana gerak shalat dan bacaannya kepada teman saya. Sebelum saya benar-benar masuk Islam, terlebih dahulu saya sempurnakan gerakan dan bacaan ayat dalam shalat.

Akhirnya, pada tanggal 14 Oktober 2004, saya tetapkan hati untuk memeluk agama islam. walaupun saat itu, saya telah tahu akibat dari tindakan yang saya ambil. Dan saya membutuhkan waktu kira-kira 3 bulan untuk mengambil keputusan ini. Proses saya untuk memeluk agama islam dibantu oleh T. Wan yang berpaham Syi’ah. Saya mengucapkan dua kalimat syahadat di Mesjid Cunda. Setelah itu, saya dipeusijuek. Saya juga diberi nama baru yaitu Muhammad Al Mahdi Fathir. Dengan diri saya sekarang yang telah menjadi muslim, saya telah mengetahui tujuan hidup manusia yang sebenarnya.

Saya pernah memberitahukan kepada orang tua saya bagaimana islam tersebut. Pertama kali saya beritahu, orang tua saya menampakkan ketidaksetujuannya terhadap islam. Kedua kalinya, orang tua perempuan saya mulai menampakkan penerimaan secara akal sehat terhadap islam. Saya pun pernah berdebat dengan kakak saya tentang islam dan dengan orang tua perempuan. Saya berkata, “Tuhan menciptakan alam beserta seluruh isinya, mungkinkah Tuhan menjadi isi bumi tsb. Biarpun di bumi ini seorang yang berakhlak mulia, tetap saja kita tidak bisa menyebutnya sebagai Tuhan. Hanya mungkin kita bisa mencontoh sikap dan perilakunya yang baik.”

Dan kenapa manusia di dunia ini banyak yang melakukan perbuatan yang tidak seharusnya dilakukan, karena ganjaran yang akan mereka dapatkan tidak langsung mereka terima di dunia.
Tetapi suatu saat nantilah perbuatan mereka akan ditanya. Maka dari itulah manusia berperilaku demikian. Dari sinilah keyakinan saya terhadap islam.

Terimakasih Bang Fathir untuk kesediaannya berbagi. Sekalian penuhi janji waktu SMA (udah lunas ya ^_^). Semoga hidayahNya terus melekat di hatimu sampai akhir nafas.
Read More......

Tak Perlu Mengeluh Dengan Masalah

Masalah adalah indikator kehidupan. Selama kita hidup, masalah akan senantiasa membayangi. Jika kita mampu ‘mengenali’ bahwa suatu masalah adalah masalah, itu sudah merupakan berkah tersendiri.

Menurut suatu laporan medis, 1 dari 400.000 bayi yang lahir setiap tahun akan menjalani kehidupan yang kurang menguntungkan. Mereka akan sering melukai diri sendiri, kadang bisa sangat parah dan tanpa menyadarinya.

Anak-anak semacam itu mengidap penyakit keturunan yang disebut Familial Dysautonomia. Mereka tidak mampu merasakan sakit/nyeri. Anak-anak semacam ini bisa bermain-main mengiris tubuhnya sendiri, memegang setrika panas, jatuh dan patah tulang, tanpa pernah menyadari bahwa itu semua tidak semestinya mereka lakukan. Mereka tidak akan mengeluh sakit tenggorokan atau sakit perut sehingga orang tua mereka tidak akan tahu bahwa mereka sedang terkena penyakit, sampai segalanya terlambat.
Adakah di antara kita yang mau hidup seperti itu, tanpa rasa sakit? Memang, rasa sakit itu tidak mengenakkan, tetapi itu adalah bagian penting jika kita hidup.

Suatu kali, sang guru bertanya kepada murid-muridnya, “Siapa yang mau hidup tanpa masalah?” Semua murid tanpa ragu-ragu mengangkat tangan.
Sang guru melanjutkan bahwa setiap hari dalam perjalanan ke tempat kerja dia melewati sebuah tempat di mana orang-orang yang tinggal di sana tidak punya masalah sama sekali. Sang Guru kembali bertanya, “Apakah ada di antara kalian yang mau bergabung dengan orang-orang bebas masalah ini?”

Para murid berpikir bahwa guru mereka sedang bergurau, namun sang guru meyakinkan mereka lagi, “Orang-orang ini tidak pernah bermasalah dengan berita di koran, tidak ada masalah pekerjaan, pernikahan, makanan, dan jelas sudah bebas finansial lho!”

Ketika para murid menjadi makin penasaran, sang guru menyelentuk, “Tempat itu adalah pekuburan dan orang-orang di sana sudah almarhum semua….”

Masalah adalah indikator kehidupan. Selama kita hidup, masalah akan senantiasa membayangi. Jika kita mampu ‘mengenali’ bahwa suatu masalah adalah masalah, itu sudah merupakan berkah tersendiri.

Kalau kita kaji lebih dalam, masalah menawarkan ‘kesempatan’ bagi kita untuk memecahkannya. Orang yang berada di puncak adalah orang yang mampu memecahkan masalah. Apa yang selama ini terjadi jika kita mampu mengatasi masalah yang tidak dapat diatasi oleh orang lain?

Ada kalanya, suatu masalah mungkin saja betul-betul getir. Memang.. tidak semua ‘obat yang manjur’ manis bukan?

Be Happy!

Sumber : Enerlife
Read More......

Sunday, February 21, 2010

Untukmu Wanita


  1. Seorang wanita solehah adalah lebih baik daripada 70 orang wali.
  2. Seorang wanita solehah adalah lebih baik daripada 70 lelaki soleh.
  3. Seorang wanita yang jahat adalah lebih buruk daripada 1,000 lelaki yang jahat.
  4. 2 rakaat solat dari wanita yang hamil adalah lebih baik daripada 80 rakaat solat wanita yang tidak hamil.
  5. Wanita yang memberi minum susu kepada anaknya daripada badannya (susu badan) akan dapat satu pahala daripada tiap-tiap titik susu yang diberikannya.
  6. Wanita yang melayani dengan baik suami yang pulang ke rumah di dalam keadaan letih akan mendapat pahala jihad
  7. Wanita yang habiskan malamnya dengan tidur yang tidak selesa kerana menjaga anaknya yang sakit akan mendapat pahala seperti membebaskan 20 orang hamba.
  8. Wanita yang melihat suaminya dengan kasih sayang dan suami yang melihat isterinya dengan kasih sayang akan dipandang Allah dengan penuh rahmat.
  9. Wanita yang menyebabkan suaminya keluar dan berjuang ke jalan Allah dan kemudian menjaga adab rumahtangganya akan masuk syurga 500 tahun lebih awal daripada suaminya, akan menjadi ketua 70,000 maalaikat dan bidadari dan wanita itu akan dimandikan di dalam syurga, dan menunggu suaminya dengan menunggang kuda yang dibuat daripada yakut.
  10. Wanita yang tidak cukup tidur pada malam hari kerana menjaga anak yang sakit akan diampunkan oleh Allah akan seluruh dosanya dan bila dia hiburkan hati anaknya Allah memberi 12 tahun pahala ibadat.
  11. Wanita yang memerah susu binatang dengan “bismillah” akan didoakan oleh binatang itu dengan doa keberkatan.
  12. Wanita yang menguli tepung gandum dengan bismillah”, Allah akan berkatkan rezekinya.
  13. Wanita yang menyapu lantai dengan berzikir akan mendapat pahala seperti meyapu lantai di baitullah.
  14. Wanita yang menjaga solat, puasa dan taat pada suami, Allah akan mengizinkannya untuk memasuki syurga dari mana-mana pintu yang dia suka.
  15. Wanita yang hamil akan dapat pahala berpuasa pada siang hari.
  16. Wanita yang hamil akan dapat pahala beribadat pada malam hari.
  17. Wanita yang bersalin akan mendapat pahala 70 tahun solat dan puasa dan setiap kesakitan pada satu uratnya Allah mengurniakan satu pahala haji.
  18. Sekiranya wanita mati dalam masa 40 hari selepas bersalin, dia akan dikira sebagai mati syahid.
  19. Jika wanita melayan suami tanpa khianat akan mendapat pahala 12 tahun solat.
  20. Jika wanita menyusui anaknya sampai cukup tempoh (2 1/2 tahun), maka maalaikat-maalaikat di langit akan khabarkan berita bahawa syurga wajib baginya.
  21. Jika wanita memberi susu badannya kepada anaknya yang menangis, Allah akan memberi pahala satu tahun solat dan puasa.
  22. Jika wanita memicit suami tanpa disuruh akan mendapat pahala 7 tola emas dan jika wanita memicit suami bila disuruh akan mendapat pahala tola perak.
  23. Wanita yang meninggal dunia dengan keredhaan suaminya akan memasuki syurga.
  24. Jika suami mengajarkan isterinya satu masalah akan mendapat pahala 80 tahun ibadat.

Hadis nabi mengenai wanita:
Doa perempuan lebih makbul daripada lelaki kerana sifat penyayang yang lebih kuat daripada lelaki.Ketika ditanya kepada Rasulullah akan hal tersebut, jawab baginda, “Ibu lebih penyayang daripada bapa dan doa orang yang penyayang tidak akan sia-sia”.

Wallahua’lam..

Read More......

Pahamilah Saudara Kita

Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaanNya, dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini, dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (Al-Kahfi : 28).


Ikhwafillah…

Jama’ah ini bukan jama’ahnya para malaikat, tetapi para manusia yang punya kealpaan, kekurangan, dan kelebihan…Jangan terlalu banyak menuntut kesempurnaan dari saudara-saudaramu karena tidak ada yang sempurna dan engkau akan lelah dan kalah….

Serupa koin yang tak bisa dilihat dari dua sisi, ia tak akan tampak, begitu juga saudaramu. Saat engkau melihatnya dari sisi keburukannya, maka seribu cahaya kebaikannya tak’kan membekas di penglihatanmu.

Read More......

Mari Merenung Sejenak


Engkau bisa berkata sesuatu kepada lawan bicaramu apa saja. Terutama saat merasa kesal atau marah, sehingga emosi itu terlepas dari pikiranmu, dan kau merasa puas. Atau engkau sedang bertengkar dengan orang lain, lantas menjadikannya sebagai pelampiasan kemarahanmu. Namun, sadarilah! Setelah mengatakannya, sekeping hati yang engkau tinggalkan itu tidak sama lagi seperti sebelumnya. Hati seseorang dapat diumpamakan terbuat dari kaca. Jika tidak berhati-hati menjaganya, kaca itu akan pecah. Bila terlanjur pecah dan ingin menyatukannya lagi adalah hal yang tidak mustahil. Tetapi, disana akan tertinggal bekas retakan dan engkau tidak mampu menghapusnya. Kaca itu tidak kembali lagi seperti sebelumnya.

Bila yang engkau sakiti adalah orang yang dekat denganmu atau orang yang sudah menganggapmu bagian dari kehidupannya, ketahuilah! Rasa sakit yang dirasakan jauh lebih dalam dan mungkin engkau akan kehilangannya. Mungkin juga dia memutuskan untuk pergi dari kehidupanmu tanpa meninggalkan sepatah kata pun. Kita jarang menyadarinya bukan? Bahwa diri pernah membuat seseorang menangis diam-diam. Padahal setiap hari, seulas senyum yang diperlihatkan. Bayangkan! Seberapa keras usahanya untuk menyembuhkan luka yang engkau timbulkan, HANYA KARENA dia tidak ingin hatinya meruntuhkan semua kebaikan yang pernah engkau beri.

Renungkanlah, pernahkah kita melakukannya??

Read More......
 
Copyright 2009 Sepenggal Episode Kehidupan. Powered by Blogger
Blogger Templates created by Deluxe Templates
Wordpress by Wpthemescreator