Saturday, November 20, 2010

Kerudung itu...

Hmm... sudah lama aku tidak bercerita pada kalian ya. Padahal begitu banyak ide cerita yang berseliweran di kepalaku. Topik-topik yang menarik untuk aku bagi (setidaknya menurutku itu menarik, haha..). Baiklah. Hari ini aku akan bercerita lagi tentang apa yang sedang aku pikirkan.

Dulu, saat aku masih memakai baju putih dan rok merah selutut, keinginanku untuk memakai kerudung telah muncul. Aku sangat suka melihat para wanita berkerudung yang sering aku temui sepanjang jalan pulang ke rumah. Paras yang indah dipadankan dengan balutan busana muslimah, sangat menyejukkan. Itu yang aku rasakan. Saat itu, aku mengatakan pada ibuku bahwa aku ingin berkerudung. Waktu itu, aku tidak tau mengapa wanita berkerudung. Aku hanya S.U.K.A. Ibuku bilang aku belum wajib memakainya dan menyuruhku menunggu hingga aku menamatkan sekolah dasar. Aku menurut saja dan bersabar.

Aku menamatkan sekolah dasar dengan nilai yang sangat memuaskan. Tentunya orang tuaku sangat bangga. Aku pun mendaftar di sekolah menengah pertama dengan tantangan harus lulus dalam seleksi yang ketat karena sekolah yang aku pilih adalah sekolah favorit di kota Lhokseumawe. Alhamdulillah, aku lulus. Saat itu, aku kembali teringat dengan keinginanku untuk mengenakan kerudung. Dan senyumku mengembang ketika menerima seragam sekolah yang salah satunya kerudung berwarna putih dengan model yang telah ditentukan.

Besok adalah hari dimulainya aktivitasku yang baru sebagai siswa dari sekolah menengah pertama. Malamnya, aku mematut diri di cermin sambil mengenakan seragam baru. Rasanya sangat menyenangkan. Kau tahu, bukan? Perasaanku ini sama dengan perasaan yang kau alami saat suatu keinginan terpendammu berhasil kau penuhi. Apapun itu. Saat menulis ini, aku juga teringat saat aku pertama kali mencoba mengenakan kerudung segi empat berwarna coklat tua sebagai pelengkap seragam pada hari Jumat dan Sabtu. Hal itu adalah kenangan yang—kalau aku pikirkan sekarang—terasa konyol. Waktu itu aku ingin mengenakannya dengan rapi. Aku berusaha membentuk sebuah lipatan yang sejajar di sisi kiri dan kanan. Simetris. Saking ingin tampil rapi, aku menandai dengan pulpen secara samar di atas kain tersebut, tempat lipatan yang telah aku bentuk sehingga aku bisa membentuknya kembali tanpa perlu bersusah payah lagi. Hahaha...

Sekarang aku sangat bersyukur dengan kepekaanku pada kerudung pada usia yang masih sangat muda. Kepekaan yang sering disebut dengan fitrah. Setiap jiwa seorang muslim pasti memiliki fitrah, yaitu sebentuk kesadaran tentang hal yang memang seharusnya dilakukan dan dimiliki oleh seorang muslim. Fitrah yang selalu mengingatkan kita saat berbuat salah dengan memunculkan rasa bersalah dalam hati. Kefitrahan yang menimbulkan rasa damai saat mendengar lantunan merdu ayat suci Alquran dan semua hal yang mengajak kita kembali ke jalan Islam yang sungguh indah.

Perjuanganku untuk mengenakan kerudung sesuai yang disyari’atkan dalam Alquran bukan mudah. Aku harus menghadapi berbagai tantangan yang menggelincirkan langkahku untuk tetap istiqamah. Tantangan terberat adalah ibuku. Seiring bertambahnya pengetahuanku tentang Islam dan keterlibatanku secara aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler seperti ROHIS (Rohani Islam), aku menyadari bahwa kerudung yang aku pakai belumlah syar’i (sesuai syari’at). Aku juga masih melepaskan kerudung sepulang dari sekolah walaupun secara fisiologis aku belum baligh. Setelah baligh, aku semakin berat untuk melepaskan identitas muslimahku. Aku terus memperbaiki diri. Dan saat itu pula, ibuku semakin kritis dalam menilai penampilanku yang terlihat aneh di matanya.

Aneh, karena aku memakai kerudung yang lebar dan menutupi bagian dada. Aneh, karena aku memakai baju panjang yang menutupi seluruh tubuhku dengan sempurna. Aneh, karena bagi ibuku, penampilanku kelihatan seperti lansia dan beliau takut aku tidak laku (emang kue?). Ibuku ingin aku tampil modis non syar’i (bagiku ada istilah modis syar’i, di kesempatan lain akan aku ceritakan yaa.. ^__^ ) dengan mengikat kerudung ke leher. Alasannya adalah agar motif jahitan di baju yang terletak di bagian dekat leher atau dada dapat dilihat dengan jelas. Gaya kerudung yang aku kenakan dapat menutupi motif itu sehingga membeli baju tersebut menjadi sesuatu hal yang sia-sia.

Setiap kali aku akan keluar rumah untuk suatu kegiatan, ibuku selalu mengkritisi penampilanku keseluruhan sehingga tidak jarang kami bertengkar dan berakhir dengan air mata. Ya, aku selalu menangis. Karena yang menentangku dalam berkerudung secara benar adalah ibuku sendiri yang sangat aku sayangi. Ayah akan mendukung ibu karena kesetiaannya. Saat itu aku hanya bisa curhat kepada Allah. Aku selalu berdoa agar suatu hari nanti Allah membuka hati kedua orang tuaku sehingga bisa memahami Islam dengan benar dan memuluskan jalanku untuk berdakwah. Dan Allah Maha Besar. Beberapa tahun kemudian, Allah mengabulkan doaku. Tahun 2003, kedua orang tuaku berangkat ke Mekkah untuk menunaikan rukun Islam yang kelima selama 40 hari. Selama itu, aku menyadari bahwa aku sangat menyayangi keduanya dan terus mendoakan keselamatan untuk mereka. Kepulangan tiba. Saat memeluk ibuku, aku tau, mereka sudah berubah menjadi lebih baik. Aku bisa merasakannya.

Semenjak itu, sikap kedua orang tuaku perlahan berubah ke arah yang positif. Aku sangat bahagia. Lama kelamaan, Ibu tidak pernah lagi menentangku untuk berkerudung syar’i. Aku menyadarinya, sesungguhnya Ayah dan Ibu hanya belum tau tentang Islam secara benar. Sekarang, Ibu lah yang mengingatkanku untuk berkerudung bila ada tamu yang bukan mahram datang mengunjungi. Juga ibadah-ibadah lainnya. Ayah dan Ibu sekarang aktif mengikuti majelis ta’lim. Bahkan Ibuku mampu menerjemahkan hampir keseluruhan ayat Alquran.

Aku sadar, saat itu Allah menguji keistiqamahanku juga kedua orang tuaku. Allah Maha Pemurah. Allah memberiku lebih dari yang aku minta dan menjagaku dengan mengaruniakanku kedua orang tua yang shalih sehingga sentiasa mengingatkanku untuk selalu istiqamah pada jalan Islam. Alhamdulillah....

Setiap mengingat kisah ini, aku sangat bersyukur dan berharap semoga di luar sana setiap muslim dan muslimah merasakan keajaiban kasih sayang-Nya. Amin....

5 comments:

Ummul Khairi said...

kak elaaaa...ayo dong nulis lagi^^

Humaira Meirina said...

ai : ^__^ kayaknya sekarang kk lagi dalam masa "beku otak", hahahaha... seperti yg kita bicarakan tempo hari, dek

Anonymous said...

hmm..indahnya saat kerudung menjadi tempaan hati dengan ikhlas setia bersamanya :)

Humaira Meirina said...

aulia : Salam kenal. Saya suka komentar anda ^__^d

Humaira Meirina said...

aulia : ah ya, izin pasang link blognya di blog saya ya. tulisan-tulisan yang bgus. keep writing! ^^

Post a Comment

 
Copyright 2009 Sepenggal Episode Kehidupan. Powered by Blogger
Blogger Templates created by Deluxe Templates
Wordpress by Wpthemescreator